Wednesday 3 March 2021

Merdeka itu Berani Berbeda

 

Saat saya duduk di kelas 3 SMP, guru Matematika saya meminta semua siswa untuk keluar dari kelas. Kami telah dibentuk dalam beberapa kelompok, dimana kelompok tersebut disusun berdasarkan hasil tes kami. Dulu saya tidak sadar, namun kini saya menyadarinya, bahwa guru saya melaksanakan proses pembelajaran tersebut dengan perencanaan yang matang. Kami diminta untuk mencari tempat yang nyaman, juga boleh sambil jajan. Sebagai kelompok pecinta makanan, kelompok saya memilih kantin sebagai tempat yang terbaik. Karena saat itu adalah jam belajar, jadi tidak ada orang lain di kantin. Tentunya sangat menyenangkan. Kami memilih tempat yang nyaman dan memesan makanan dan minuman kami.

Mulailah kami mengerjakan lembar kerja yang sudah disusun oleh guru kami, salah satu teman saya yang memiliki kemampuan matematis yang sangat baik mulai mengajari kami mengenai cara pemfaktoran kuadrat. Itu adalah pengalaman pertama saya, belajar tanpa guru, namun, ternyata saya jauh lebih cepat memahami pelajaran tersebut. Kami dapat memahami lebih cepat, saat teman sebaya kami yang mengajari kami. Selain itu, karena masih ada waktu, kami melanjutkan materi yang ada di buku pelajaran. Kami sebagai siswa termotivasi untuk belajar secara berdiskusi dan mandiri. Tanpa saya sadari, saya sudah belajar berkolaborasi dengan teman-teman saya. Saya sudah belajar bagaimana cara menyampaikan ide dan isi pikiran saya dan yang paling penting adalah bagaimana kepercayaan diri, bahwa kami juga bisa mengerjakan soal matematika tumbuh dalam diri kami.

Saya sudah menemukan arti dari ‘menikmati proses pembelajaran’. Walaupun nikmatnya proses pembelajaran tersebut sedikit terganggu oleh teman saya yang menyenggol gelas berisi teh manis yang lengket di sebelah saya, karena terlalu serius mengerjakan soal latihan. Namun, kami sama-sama tidak pedulikan lengketnya teh manis tersebut, karena kami tidak mau tertinggal dalam mengerjakan soal-soal yang ada di buku. Tanpa kami sadari kami sudah berkompetisi secara positif, saling memberikan semangat untuk yang belum bisa mengerjakan soal, saling mengajari dan memuji teman-teman kami yang sudah mampu mengerjakan soal. Sangat indah dan bermakna. Saya merasakan kemerdekaan tersebut saat bersama teman-teman sebaya saya dan rasa dekat satu sama lain. Saya merasa merdeka saat saya mampu mengembangkan potensi saya semaksimal mungkin, rasa puas, percaya diri dan keyakinan akan kemampuan diri saya. Rasa bangga saat teman-teman saya menunjukkan peningkatan kemampuan sesuai dengan potensi masing-masing. Saya yakin guru saya jauh lebih senang pastinya.

Saat itu keyakinan saya dan teman-teman bukan hanya memberikan dampak positif dalam pelajaran Matematika, namun juga ke pelajaran-pelajaran lain. Kami semakin terbuka dengan teman-teman di kelas, semakin berani menegur satu sama lain jikalau ada hal yang kurang baik, seperti menyontek. Belajar untuk menerima teguran dari teman-teman, walaupun sulit, serta mempelajari seni berbicara agar teman kita tidak sakit hati. Kami sekelas melaksanakan Ujian Akhir Nasional dengan keyakinan akan kemampuan kami, dengan bangga saya mau menyampaikan, kami sekelas tidak ada satupun yang menyontek ataupun bekerja sama saat UAN. Kami semua yakin dan percaya diri dan kami semua lulus dengan hasil yang memuaskan menurut kemampuan kami masing-masing, karena nilai hanyalah angka bagi kami. Masih SMP, namun saya sudah mengalami suatu pengalaman yang sangat bermakna. Saya yakin teman-teman saya juga pasti merasakan hal tersebut bermakna. Semua dimulai dari kemerdekaan yang kami peroleh dalam proses pembelajaran. Semua dimulai dari kemerdekaan yang diperoleh guru saya dalam melaksanakan proses pembelajaran di dalam kelasnya.

Setiap anak unik dan istimewa, tentunya mereka merdeka dalam meningkatkan kapasitas diri mereka. Kemerdekan tersebut tentunya dapat dirasakan oleh siswa-siswi yang memiliki guru yang merdeka dalam merancang proses pembelajaran di dalam kelas. Kemerdekaan tersebut tentunya dapat dirasakan oleh siswa-siswi yang memiliki guru yang kreatif dalam menyajikan proses pembelajaran tersebut. Namun, bagaimana seorang guru dapat menjadi kreatif, bila guru tersebut tidak pernah belajar memaksimalkan kemampuannya dan pengetahuannya?

Prinsip saya dalam pendidikan yang memerdekakan adalah pendidikan yang menempatkan siswa sebagai individu yang layak untuk dihargai dan tentunya diperlakukan selayaknya manusia, bukan robot yang harus menerima segala perintah. Guru sebagai landasan utama dalam proses ini, membutuhkan kemerdekaan dalam mengaktualisasikan pembelajaran di dalam kelasnya. Sebenarnya guru tidak membutuhkan pengawas, namun rekan yang dapat memberikan masukan dan mau menerima masukan dalam meningkatkan kreativitas dalam proses pembelajaran di kelas. Dengan begitu, guru akan semakin merdeka dan menikmati proses perancangan pembelajaran di dalam kelas tersebut, serta saling menajamkan sesama guru lain. Hal itu adalah salah satu alasan, saat saya diberikan kepercayaan utuk memimpin guru-guru di sekolah yang Tuhan percayakan kepada saya, saya tidak mau memperlakukan rekan-rekan saya sebagai orang yang ada di bawah saya, namun sebagai rekan sejajar.

Pendidikan adalah alat yang sangat luar biasa dan pendidikan sangat berkaitan erat dengan belajar. Dimana belajar sendiri itu adalah suatu proses, bukan hanya sekedar membuat seseorang yang tidak tahu menjadi tahu, namun lebih dari itu, yaitu suatu proses. Proses dalam memperoleh peningkatan kualitas hidup, kualitas cara berpikir, kualitas pengetahuan yang sudah kita peroleh, kualitas perekonomian, kualitas kebahagiaan, kualitas interaksi dengan sesama, kualitas dalam menyampaikan pendapat, kualitas cara menerima pendapat, kualitas memecahkan masalah, bahkan kualitas kedekatan dengan Sang Pencipta. Jadi belajar itu adalah proses, yang dibentuk secara perlahan dari usia dini hingga kematian menjemput. Proses yang tidak pernah berhenti.

Tentunya proses pembelajaran yang merdeka yang sudah dirancangkan oleh guru dan dilaksanakan di dalam kelas harus dapat diukur hasilnya. Hasil dari proses pembelajaran tersebut, akan membantu guru melihat keefektifan proses pembelajaran tersebut. Apakah sudah memaksimalkan potensi pesera didik atau belum. Mencari metode, model ataupun teori belajar yang terbaik untuk kelas yang berbeda, kemampuan awal siswa yang berbeda dan materi pelajaran yang berbeda.

Sebagai contoh, di sekolah tempat Tuhan percayakan saya mengajar, kami selalu melaksanakan evaluasi hasil belajar siswa setiap bulan. Kemudian, kami akan mendiskusikan dalam rapat guru per mata pelajaran di sekolah, dari SD sampai SMP. Kami akan mempelajari kelemahan dan kelebihan setiap kelas dan dari hasil belajar berupa laporan guru, refleksi harian guru dan juga hasil belajar. Walaupun guru tersebut tidak masuk ke dalam kelas tersebut, namun kami saling memberikan masukan dan menerima masukan satu sama lain. Kemudian, saat ada guru yang kehabisan ide dan merasa kering kreativitas di dalam kelas yang dipimpinnya, kami bersama-sama mencari solusi dan jalan keluar. Kami juga membuat alat peraga dan alat bantu pembelajaran bersama-sama, bahkan membuat gambaran rancangan pembelajaran yang akan kami laksanakan satu bulan ke depannya. Iklim yang nyaman antarguru adalah salah satu alasan hasil belajar dapat digunakan secara maksimal untuk terus memperbaiki kualitas pembelajaran.

Kesimpulannya, merdeka itu berani berbeda. Karena setiap kelas, siswa, guru dan sekolah memiliki karakteristik yang berbeda. Maka, cara yang dilakukan pun harus berani berbeda, walaupun terinspirasi dari cara yang sama, pastinya cara pelaksanaan tidak persis sama. Jadi, bapak, ibu guru, siap untuk menjadi berbeda? J

 

Catatan :

Terima kasih untuk semua Bapak/Ibu Guru saya yang sangat luar biasa, saya siap diproses dan dibentuk untuk menjadi luar biasa seperti Bapak/Ibu semua. Berjuang di jalan pendidikan yang sangat terjal, namun, saya yakin saya bisa. Karena mimpi ini saya peroleh dari hasil didikan Bapak/Ibu Guru semua. Saya siap memburu semua mimpi ini, yang saya peroleh dari proses pembelajaran yang telah saya peroleh dari orang-orang yang luar biasa mendedikasikan hidup mereka utuk pendidikan. J

Medan, 030321, 17.50

Oleh seorang pembelajar yang terkadang merasa tahu, padahal belum dan tidak boleh berhenti belajar :

Rissa Isabella Taruli Marpaung

Teacherpreneurship, Apa dan Bagaimana?

Teacherpreneurship, kata yang tidak pernah saya dengar sebelumnya, namun saya sangat yakin pasti ada hubungannya dengan bisnis dan guru. Teacherpreneurship adalah tema yang diangkat oleh Marsiajar, salah satu komunitas guru yang ada di Medan, Sumatera Utara. Kegiatan ini diadakan 15 Februari 2020 lalu, dengan seorang narasumber yang luar biasa, Kak Mollyta Muchtar. Beliau adalah seorang Blogger/Content Creator yang sudah banyak membuahkan tulisan-tulisan di blognya.

Jadi apa itu teacherpreneurship? Dalam ngobras (Ngobrlo Bareng Santai) yang lalu bersama Kak Molly, saya menemukan beberapa kelemahan guru-guru di sekitar saya, termasuk kelemahan saya sendiri. Hampir setiap hari, para guru akan pergi mengajar dan bertemu dengan siswa-siswa. Tentunya siswa-siswa kita beragam dan keberagaman siswa tersebut, selalu menuntut para guru untuk lebih kreatif dalam menangani para siswa. Terdapat begitu banyak cara dan solusi kreatif yang sudah dilakukan oleh para guru, namun sayangnya banyak guru yang belum membagikan hal-hal positif tersebut. Bayangkan bila para guru membagikan solusi dan ide-ide kreatif tersebut, berapa banyak guru yang akan terbantu, bukan? Ide-ide dalam menangani siswa yang benci belajar, bahan-bahan ajar yang kreatif, alat bantu dalam proses pembelajaran, cara berkomunikasi dengan orang tua siswa, bahkan cara kita berinteraksi dengan rekan sesama guru. Ada begitu banyak hal yang dapat kita bagikan. 

Menulis dan berbagi hal-hal positif mengenai hal-hal yang kita pahami dan kuasai, tentunya menjadi cara mengaktualisasikan diri kita. Selain itu, tentunya kita akan dapat mengembangkan jaringan atau networking kita. Jaringan seperti apa? Sebagai contoh, dengan membagikan ide-ide dan solusi-solusi kreatif dan positif mengenai cara mengajarkan suatu materi ajar, tentunya akan mempertemukan kita dengan para guru atau pengamat pendidikan dari berbagai tempat. Dengan begitu, kita akan menambah jaringan kita secara online, yang tentunya akan berdampak positif dengan profesi dan pekerjaan kita. Hal yang juga tidak kalah pentingnya, jaringan kita secara offline juga akan berkembang, dimana tidak menutup kemungkinan, ide-ide dan solusi-solusi kreatif kita akan membawa kita untuk diundang ke beberapa tempat untuk membagikan ide-ide tersebut.

Jadi kembali ke pertanyaan, apa itu teacherpreneurship? Teacherpreneurship adalah hal-hal yang saya sampaikan di atas. Ya, membagikan hal-hal positif yang kita miliki kepada dunia ini, baik dengan tulisan, video, gambar, maupun suara secara online terlebih dahulu. Hal-hal positif yang kita bagikan tersebut akan memberikan dampak positif kepada penikmat-penikmat karya kita. Tentunya tanpa kita sadari, keuntungan-keuntungan secara materi juga akan datang. Namun, tentunya itu bukanlah hal utama yang ingin kita capai, kebahagiaan saat kita mampu mengaktulisasikan diri sendiri adalah hal utama yang ingin dicapai dari teacherpreneurship.