Saat
saya duduk di kelas 3 SMP, guru Matematika saya meminta semua siswa untuk
keluar dari kelas. Kami telah dibentuk dalam beberapa kelompok, dimana kelompok
tersebut disusun berdasarkan hasil tes kami. Dulu saya tidak sadar, namun kini
saya menyadarinya, bahwa guru saya melaksanakan proses pembelajaran tersebut
dengan perencanaan yang matang. Kami diminta untuk mencari tempat yang nyaman,
juga boleh sambil jajan. Sebagai kelompok pecinta makanan, kelompok saya
memilih kantin sebagai tempat yang terbaik. Karena saat itu adalah jam belajar,
jadi tidak ada orang lain di kantin. Tentunya sangat menyenangkan. Kami memilih
tempat yang nyaman dan memesan makanan dan minuman kami.
Mulailah
kami mengerjakan lembar kerja yang sudah disusun oleh guru kami, salah satu
teman saya yang memiliki kemampuan matematis yang sangat baik mulai mengajari
kami mengenai cara pemfaktoran kuadrat. Itu adalah pengalaman pertama saya,
belajar tanpa guru, namun, ternyata saya jauh lebih cepat memahami pelajaran
tersebut. Kami dapat memahami lebih cepat, saat teman sebaya kami yang
mengajari kami. Selain itu, karena masih ada waktu, kami melanjutkan materi
yang ada di buku pelajaran. Kami sebagai siswa termotivasi untuk belajar secara
berdiskusi dan mandiri. Tanpa saya sadari, saya sudah belajar berkolaborasi
dengan teman-teman saya. Saya sudah belajar bagaimana cara menyampaikan ide dan
isi pikiran saya dan yang paling penting adalah bagaimana kepercayaan diri,
bahwa kami juga bisa mengerjakan soal matematika tumbuh dalam diri kami.
Saya
sudah menemukan arti dari ‘menikmati
proses pembelajaran’. Walaupun nikmatnya proses pembelajaran tersebut
sedikit terganggu oleh teman saya yang menyenggol gelas berisi teh manis yang
lengket di sebelah saya, karena terlalu serius mengerjakan soal latihan. Namun,
kami sama-sama tidak pedulikan lengketnya teh manis tersebut, karena kami tidak
mau tertinggal dalam mengerjakan soal-soal yang ada di buku. Tanpa kami sadari
kami sudah berkompetisi secara positif, saling memberikan semangat untuk yang
belum bisa mengerjakan soal, saling mengajari dan memuji teman-teman kami yang
sudah mampu mengerjakan soal. Sangat indah dan bermakna. Saya merasakan
kemerdekaan tersebut saat bersama teman-teman sebaya saya dan rasa dekat satu
sama lain. Saya merasa merdeka saat saya mampu mengembangkan potensi saya
semaksimal mungkin, rasa puas, percaya diri dan keyakinan akan kemampuan diri
saya. Rasa bangga saat teman-teman saya menunjukkan peningkatan kemampuan
sesuai dengan potensi masing-masing. Saya yakin guru saya jauh lebih senang
pastinya.
Saat
itu keyakinan saya dan teman-teman bukan hanya memberikan dampak positif dalam
pelajaran Matematika, namun juga ke pelajaran-pelajaran lain. Kami semakin
terbuka dengan teman-teman di kelas, semakin berani menegur satu sama lain
jikalau ada hal yang kurang baik, seperti menyontek. Belajar untuk menerima
teguran dari teman-teman, walaupun sulit, serta mempelajari seni berbicara agar
teman kita tidak sakit hati. Kami sekelas melaksanakan Ujian Akhir Nasional
dengan keyakinan akan kemampuan kami, dengan bangga saya mau menyampaikan, kami
sekelas tidak ada satupun yang menyontek ataupun bekerja sama saat UAN. Kami semua
yakin dan percaya diri dan kami semua lulus dengan hasil yang memuaskan menurut
kemampuan kami masing-masing, karena nilai hanyalah angka bagi kami. Masih SMP,
namun saya sudah mengalami suatu pengalaman yang sangat bermakna. Saya yakin
teman-teman saya juga pasti merasakan hal tersebut bermakna. Semua dimulai dari
kemerdekaan yang kami peroleh dalam proses pembelajaran. Semua dimulai dari
kemerdekaan yang diperoleh guru saya dalam melaksanakan proses pembelajaran di
dalam kelasnya.
Setiap
anak unik dan istimewa, tentunya mereka merdeka dalam meningkatkan kapasitas
diri mereka. Kemerdekan tersebut tentunya dapat dirasakan oleh siswa-siswi yang
memiliki guru yang merdeka dalam merancang proses pembelajaran di dalam kelas. Kemerdekaan
tersebut tentunya dapat dirasakan oleh siswa-siswi yang memiliki guru yang
kreatif dalam menyajikan proses pembelajaran tersebut. Namun, bagaimana seorang
guru dapat menjadi kreatif, bila guru tersebut tidak pernah belajar
memaksimalkan kemampuannya dan pengetahuannya?
Prinsip
saya dalam pendidikan yang memerdekakan adalah pendidikan yang menempatkan
siswa sebagai individu yang layak untuk dihargai dan tentunya diperlakukan
selayaknya manusia, bukan robot yang harus menerima segala perintah. Guru
sebagai landasan utama dalam proses ini, membutuhkan kemerdekaan dalam
mengaktualisasikan pembelajaran di dalam kelasnya. Sebenarnya guru tidak membutuhkan pengawas,
namun rekan yang dapat memberikan masukan dan mau menerima masukan dalam
meningkatkan kreativitas dalam proses pembelajaran di kelas. Dengan begitu,
guru akan semakin merdeka dan menikmati proses perancangan pembelajaran di
dalam kelas tersebut, serta saling menajamkan sesama guru lain. Hal itu adalah
salah satu alasan, saat saya diberikan kepercayaan utuk memimpin guru-guru di
sekolah yang Tuhan percayakan kepada saya, saya tidak mau memperlakukan
rekan-rekan saya sebagai orang yang ada di bawah saya, namun sebagai rekan
sejajar.
Pendidikan
adalah alat yang sangat luar biasa dan pendidikan sangat berkaitan erat dengan
belajar. Dimana belajar sendiri itu adalah suatu proses, bukan hanya sekedar
membuat seseorang yang tidak tahu menjadi tahu, namun lebih dari itu, yaitu suatu
proses. Proses dalam memperoleh peningkatan kualitas hidup, kualitas cara
berpikir, kualitas pengetahuan yang sudah kita peroleh, kualitas perekonomian, kualitas
kebahagiaan, kualitas interaksi dengan sesama, kualitas dalam menyampaikan
pendapat, kualitas cara menerima pendapat, kualitas memecahkan masalah, bahkan
kualitas kedekatan dengan Sang Pencipta. Jadi belajar itu adalah proses, yang
dibentuk secara perlahan dari usia dini hingga kematian menjemput. Proses yang
tidak pernah berhenti.
Tentunya
proses pembelajaran yang merdeka yang sudah dirancangkan oleh guru dan
dilaksanakan di dalam kelas harus dapat diukur hasilnya. Hasil dari proses
pembelajaran tersebut, akan membantu guru melihat keefektifan proses
pembelajaran tersebut. Apakah sudah memaksimalkan potensi pesera didik atau
belum. Mencari metode, model ataupun teori belajar yang terbaik untuk kelas
yang berbeda, kemampuan awal siswa yang berbeda dan materi pelajaran yang
berbeda.
Sebagai
contoh, di sekolah tempat Tuhan percayakan saya mengajar, kami selalu
melaksanakan evaluasi hasil belajar siswa setiap bulan. Kemudian, kami akan
mendiskusikan dalam rapat guru per mata pelajaran di sekolah, dari SD sampai
SMP. Kami akan mempelajari kelemahan dan kelebihan setiap kelas dan dari hasil
belajar berupa laporan guru, refleksi harian guru dan juga hasil belajar. Walaupun
guru tersebut tidak masuk ke dalam kelas tersebut, namun kami saling memberikan
masukan dan menerima masukan satu sama lain. Kemudian, saat ada guru yang
kehabisan ide dan merasa kering kreativitas di dalam kelas yang dipimpinnya,
kami bersama-sama mencari solusi dan jalan keluar. Kami juga membuat alat
peraga dan alat bantu pembelajaran bersama-sama, bahkan membuat gambaran
rancangan pembelajaran yang akan kami laksanakan satu bulan ke depannya. Iklim
yang nyaman antarguru adalah salah satu alasan hasil belajar dapat digunakan
secara maksimal untuk terus memperbaiki kualitas pembelajaran.
Kesimpulannya,
merdeka itu berani berbeda. Karena setiap kelas, siswa, guru dan sekolah memiliki
karakteristik yang berbeda. Maka, cara yang dilakukan pun harus berani berbeda,
walaupun terinspirasi dari cara yang sama, pastinya cara pelaksanaan tidak
persis sama. Jadi, bapak, ibu guru, siap untuk menjadi berbeda? J
Catatan
:
Terima
kasih untuk semua Bapak/Ibu Guru saya yang sangat luar biasa, saya siap
diproses dan dibentuk untuk menjadi luar biasa seperti Bapak/Ibu semua.
Berjuang di jalan pendidikan yang sangat terjal, namun, saya yakin saya bisa. Karena
mimpi ini saya peroleh dari hasil didikan Bapak/Ibu Guru semua. Saya siap
memburu semua mimpi ini, yang saya peroleh dari proses pembelajaran yang telah
saya peroleh dari orang-orang yang luar biasa mendedikasikan hidup mereka utuk
pendidikan. J
Medan,
030321, 17.50
Oleh
seorang pembelajar yang terkadang merasa tahu, padahal belum dan tidak boleh
berhenti belajar :
Rissa
Isabella Taruli Marpaung